Porosnusantaranews,BALIKPAPAN – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung menjadi sorotan utama dalam kegiatan sosialisasi Penguatan Demokrasi Daerah (PDD) yang digelar oleh anggota DPRD Kaltim, Sigit Wibowo, pada Selasa (21/10/2025) di Kompleks PU RT 19, Kelurahan Prapatan, Balikpapan Kota.
Dengan mengangkat tema "Pemilukada Langsung Masalah dan Tantangannya", acara ini menghadirkan sejumlah tokoh penting sebagai narasumber, di antaranya Kepala Bidang Politik Dalam Negeri dan Ormas Ruddy Iskandar serta Ketua DPD Forum Relawan Demokrasi Joko Prasetyo. Kegiatan ini dimoderatori oleh Imam Sutejo Kurniawan dan turut dihadiri para Ketua RT setempat, Bhabinkamtibmas, Babinsa, dan masyarakat umum yang antusias mengikuti jalannya diskusi.
Pilkada Langsung Sebagai Wujud Reformasi
Dalam paparannya, Sigit Wibowo menegaskan bahwa pelaksanaan Pilkada secara langsung merupakan salah satu capaian penting dalam era reformasi. Menurutnya, sistem ini hadir untuk menjawab tuntutan demokratisasi pasca era pemerintahan terpusat, serta sebagai pelaksanaan amanat konstitusi, khususnya Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 hasil amandemen.
"UU No. 32 Tahun 2004 menjadi tonggak perubahan besar. Kepala daerah yang sebelumnya dipilih oleh DPRD, kini dipilih langsung oleh rakyat. Ini adalah bentuk nyata kedaulatan rakyat," ujar Sigit.
Ia menambahkan bahwa pemilihan langsung bukan hanya soal prosedur, tetapi juga sarana edukasi politik bagi masyarakat, memperkuat otonomi daerah, serta membuka ruang kaderisasi kepemimpinan dari tingkat lokal hingga nasional.
Evaluasi Pelaksanaan Pilkada Langsung
Sejak pertama kali dilaksanakan pada 2005, Pilkada langsung tercatat sudah digelar sebanyak 1.027 kali hingga akhir 2014. Termasuk di antaranya 64 pemilihan gubernur, 776 bupati, dan 187 wali kota. Momentum ini terus berlanjut melalui skema Pilkada serentak, seperti pada 2015, 2017, dan 2024.
Namun, menurut Sigit, pelaksanaan Pilkada langsung bukan tanpa tantangan. Permasalahan seperti efisiensi anggaran, gejolak politik lokal, hingga kualitas seleksi calon pemimpin masih menjadi pekerjaan rumah bersama.
"Meski sistem ini meningkatkan partisipasi publik dan akuntabilitas, masih ada tantangan seperti pemborosan anggaran karena pelaksanaan yang terlalu sering. Maka, lahirlah kebijakan Pilkada serentak untuk efisiensi," jelasnya.
Perspektif Historis: Dari Era Orde Baru ke Era Reformasi
Ruddy Iskandar menambahkan konteks historis tentang sistem pemilihan kepala daerah. Ia menjelaskan bahwa sebelum era reformasi, kepala daerah ditentukan melalui mekanisme legislatif dengan pengaruh kuat dari pusat.
“Dulu, gubernur atau wali kota dipilih oleh DPRD dengan rekomendasi dari Presiden. Ini berbeda jauh dengan sekarang, di mana rakyat punya hak suara langsung,” kata Ruddy.
Ia menyebut bahwa transformasi menuju demokrasi langsung juga dipengaruhi oleh semangat pembaruan pasca Orde Baru dan pembentukan KPU sebagai lembaga independen.
“Mulai 2004, pemilu termasuk pilpres dilakukan secara langsung. Inilah hasil dari desakan publik akan demokrasi yang lebih terbuka dan adil,” imbuhnya.
Ruddy juga mengulas soal perubahan regulasi dan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2021 yang mengatur jadwal pemilu dan pilkada agar berlangsung serentak setiap lima tahun sekali, guna efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran.
Sosialisasi PDD ini menjadi momentum penting untuk kembali menegaskan bahwa Pilkada langsung adalah pilar penting dalam sistem demokrasi Indonesia. Meski masih menyimpan sejumlah tantangan, sistem ini telah memberikan ruang partisipasi luas bagi rakyat dalam menentukan arah kepemimpinan daerah.
"Kedaulatan ada di tangan rakyat, dan suara rakyat harus terus dijaga agar tetap berharga dalam setiap proses pemilihan," pungkas Sigit Wibowo. (mto)
Tulis Komentar