Porosnusantaranews,BALIKPAPAN — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur, Sigit Wibowo, kembali menggelar kegiatan sosialisasi bertajuk Penguatan Demokrasi Daerah ke-6, dengan fokus pembahasan pada hak dan kewajiban warga negara. Kegiatan berlangsung di Jalan Mayjend Sutoyo, RT 63 Kelurahan Klandasan Ilir, Kecamatan Balikpapan Kota, pada Minggu (20/7/2025) sore.
Sosialisasi ini dihadiri oleh puluhan warga, tokoh masyarakat setempat, serta Ketua RT 63, Ngatmiran. Hadir pula dua narasumber, Ruddy Iskandar dan Joko Prasetyo. Kegiatan dipandu oleh Imam Sutejo Kurniawan selaku moderator.
Dalam pemaparannya, Sigit Wibowo menyampaikan bahwa pemahaman terhadap Empat Pilar Kebangsaan menjadi kunci dalam menjaga persatuan dan kehidupan bernegara. Empat pilar tersebut mencakup Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Empat pilar ini bukan sekadar jargon, tetapi konsensus para pendiri bangsa yang menjadi dasar berdirinya negara kita. Kita berasal dari latar belakang kerajaan dan suku-suku yang kemudian bersepakat menjadi satu negara, yaitu NKRI," kata Sigit.
Ia juga menyoroti perkembangan sistem demokrasi di Indonesia, yang kini memberi ruang lebih besar kepada masyarakat untuk memilih pemimpin secara langsung, mulai dari kepala desa hingga presiden.
Selain itu, Sigit menanggapi keputusan Mahkamah Konstitusi terkait pemisahan jadwal pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah. Menurutnya, pemisahan ini penting untuk menghindari kelelahan petugas pemilu dan meningkatkan efektivitas penyelenggaraan.
“Kita pernah mengalami kelelahan besar pada pemilu serentak sebelumnya. Ada yang kolaps bahkan meninggal. Keputusan MK ini adalah bentuk evaluasi dan harus dihormati,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Sigit juga berbagi pengalaman pribadi mengenai proses politik yang penuh dinamika. Ia sempat dua kali gagal dalam pemilu sebelum akhirnya terpilih kembali pada 2019 dan 2024.
“Politik adalah ruang kompetisi. Ada yang kalah, ada yang menang. Tapi semua bertujuan untuk kesejahteraan rakyat,” katanya.
Sementara itu, narasumber Ruddy Iskandar menekankan bahwa semangat persatuan bangsa Indonesia telah terbangun jauh sebelum kemerdekaan. Ia merujuk pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sebagai tonggak awal lahirnya semangat kebangsaan.
“Para pemuda saat itu, dari berbagai organisasi dan latar belakang etnis, telah berikrar untuk bertanah air, berbangsa, dan berbahasa satu: Indonesia. Inilah fondasi awal terbentuknya bangsa kita,” ujar Ruddy.
Ia juga menjelaskan bahwa setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, sejumlah negara seperti Mesir, India, dan Vatikan memberikan pengakuan internasional terhadap eksistensi Indonesia. Hal ini memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang sah secara hukum internasional.
Ketua RT 63, Ngatmiran, menyambut baik kegiatan tersebut. Ia menyebut sosialisasi ini dapat memperkuat kesadaran warga terhadap pentingnya peran aktif dalam kehidupan demokrasi, tanpa melupakan nilai-nilai persatuan.
“Kami di sini hidup berdampingan dalam keberagaman. Kegiatan seperti ini sangat bermanfaat agar warga makin memahami hak dan kewajibannya sebagai bagian dari negara,” katanya.
Sosialisasi ini juga diisi dengan kuis seputar empat pilar kebangsaan serta ilustrasi sejarah perjuangan bangsa sebelum kemerdekaan, yang disampaikan secara interaktif. Hal ini diharapkan mampu memperkuat pemahaman masyarakat terhadap prinsip-prinsip dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. (mto)
Tulis Komentar